Rabu, 30 Maret 2011

Tugas sofskill 5

1.      Apa yang dimaksud dengan archipelago concept
Jawab:
Archipelago concept Ialah Pemahaman negara Indonesia yang menganut paham negara kepulauan dan berbeda dengan negara-negara Barat.
2.      Pada tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah mengeluarkan Deklarasi Djuanda.
Sebutkan isi Deklarasi  Djuanda tersebut!
Jawab:
Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional.
Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar ( kecuali Irian Jaya ), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut. Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Pada tahun 1999, Presiden Soeharto mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Penetapan hari ini dipertegas dengan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional.

3.      Sesuai hukum laut internasional tahun 1982 yang tercantum dalam UNCLOS (United Nation Convention on the Law of the Sea), wilayah perairan Indonesia dibedakan menjadi  3 macam, yaitu; Zona laut Teritorial, Zona Landas Kontinen, serta Zona Ekonomi Eklusif.
Jelaskan ketiga zona laut tersebut.
Jawab:
a.    Zona Laut Teritorial
Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau terluar.Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Deklarasi Djuanda kemudian diperkuat/diubah menjadi Undang-Undang No.4 Prp. 1960.
b. Zona Landas Kontinen
Landas Kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.
Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara.
Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.
c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip­prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.
Melalui Konfrensi PBB tentang Hukum Laut Internasional ke­3 tahun 1982, pokok-pokok negara kepulauan berdasarkan Archipelago Concept negara Indonesia diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea) atau konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Indonesia meratifikasi Unclos 1982 melalui UU No.17 th.1985 dan sejak 16 Nopember 1993 Unclos 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara sehingga menjadi hukum positif (hukum yang sedang berlaku di masing-masing negara). Berlakunya UNCLOS 1982 berpengaruh dalam upaya pemanfaatan laut bagi kepentingan kesejahteraan seperti bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia.
Perjuangan tentang kewilayahan dilanjutkan untuk menegakkan kedaulatan dirgantara yakni wilayah Indonesia secara vertikal terutama dalam memanfaatkan wilayah Geo Stationery Orbit (GSO) untuk kepentingan ekonomi dan pertahanan keamanan. Ruang udara adalah ruang yang terletak diatas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi dimana suatu negara mempunyai hak yurisdiksi. Ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara merupakan satu kesatuan ruang yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia, telah meratifikasi Konvensi Geneva 1944 (Convention on International Civil Aviation) sehingga kita menganut pemahaman bahwa setiap negara memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif terhadap ruang udara di atas wilayahnya, dan tidak dikenal adanya hak lintas damai. Jadi tidak satu pun pesawat udara asing diperbolehkan melalui ruang udara nasional suatu negara tanpa izin negara yang bersangkutan.

Kamis, 24 Maret 2011

CPM and PERT

2.1       Mengenal CPM dan PERT
            CPM (Critical Path Method) dan PERT (Program Evaluation and Review Technique) merupakan alat analisis proyek yang sudah banyak dikenal di bidang manajemen. Proyek terdiri atas serangkaian kegiatan dan beberapa di antara kegiatan tersebut saling terkait. Suatu kegiatan hanya dapat dilakukan setelah kegiatan sebelumnya selesai dilakukan. Serangkaian kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam sebuah diagram. Di dalam CPM dan PERT terdapat beberapa fungsi untuk melakukan analisis, di antaranya adalah (Wahyu Winarno, 2008):
a.       Menganalisis jalur kritis (bisa lebih dari satu).
b.      Menganalisis kegiatan yang saling mengganggu bertabrakan.
c.       Menganalisis biaya.
d.      Menampilkan diagram gantt.
CPM dan PERT memiliki asumsi-asumsi yang sama. Berikut ini adalah beberapa asumsi-sumsi yang ada didalam CPM dan PERT.
1.      Proyek terdiri atas aktivitas-aktivitas yang terdefinisi dengan jelas.
2.      Setiap aktivitas bisa dimulai dan diakhiri tanpa tercampur dengan aktivitas lain.
3.      Setiap aktivitas terkait dengan urutan-urutan pelaksanaan satu sama lain.

2.2       Definisi CPM dan PERT
            CPM adalah suatu teknik analisis untuk perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian proyek dengan metode jalur kritis dengan taksiran tunggal untuk lama satu aktivitas.           Arah perhitungan CPM ialah perhitungan maju dan perhitungan mundur.
            PERT adalah suatu teknik analisis untuk mengasumsikan ketidakpastian lama waktu aktivitas yang digambarkan dengan probabilitas tertentu dan memerlukan tiga waktu taksiran untuk satu aktivitas. PERT juga memperkenalkan parameter lain yang mencoba mengukur ketidakpastian tersebut secara kuantitatif seperti standar deviasi dan varians (Imam, 1999).
            Penerapan metode PERT bukan hanya pada proyek-proyek besar dengan waktu pengerjaan yang lama dan dengan ribuan pekerja, tetapi dapat berfungsi untuk memperbaiki efisiensi pengerjaan proyek berskala kecil dan menengah. Seperti, prakitan mobil atau sepeda mator, pembangunan rumah tinggal, jembatan, jasa konstruksi lainnya, serta proyek-proyek lainnya. Secara umum PERT membatu dalam hal-hal sebagai berikut (Purnomo, 2004):
1.      Perencanaan suatu proyek yang kompleks.
2.      Penjadwalan-penjadwalan pekerjaan dalam urutan yang praktis dan efisien.
3.      Mengadakan pembagian kerja dari tenaga kerja dan sumber dana yang tersedia.
4.      Menentukan antara waktu dan biaya.
Mengadakan analisis jariangan untuk suatu proyek diperlukan tiga tipe data pokok, yaitu taksiran mengenai waktu yang diperlukan untuk setiap pekerjaan kegiatan. Menganalisis waktu yang diperluakan untuk suatu pekerjaan, digunakan estimasi waktu penyelesaian suatu kegiatan (Purnomo, 2004).
1.      Waktu Optimistik (a) adalah waktu kegiatan bila semuanya berjalan baik tanpa adanya hambatan-hambatan atau penundaan. Hanya ada probabilitas yang sangat kecil (1 dalam 100) untuk mencapai waktu yang optimistik (wakktu yang paling cepat).
2.      Waktu Pesimistik (b) adalah waktu kegiatan bila terjadi hambatan atau penundaan lebih dari semestinya. Probabilitas yang ada dalam hal ini sangat kecil (1 dalam 100) untuk mencapai waktu yang paling pesimis (waktu paling lama).
3.      Waktu Realistik (m) adalah waktu yang terjadi bila suatu kegiatan dilaksanakan dalam kondisi normal, dengan penundaan yang bisa diterima. Hanya ada satu waktu yang mungkin bisa bergerak antara kedua waktu ekstrim tersebut. Formula untuk menaksir waktu yang diharapkan (Expeted Time) untuk sebuah aktivitas dalah sebagai berikut.
ES = a + 4(m) + b
         6
 
 
                 

Pembentukan jaringan CPM dan PERT terdapat simbol-simbol yang menghubungkan suatu kejadian, pekerjaan, dan aktivitas semu. Berikut ini adalah simbol-simbol yang digunakan untuk pembentukan CPM dan PERT (Http://ainul.staff.gunadarma.ac.id):
CPM dan PERT mempunyai langkah-langkah perhitungan masing-masing. Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan CPM dan PERT:
1.      Langkah perhitungan untuk PERT
a.       Menggunakan diagram pendahulu
b.      Menentukan lintasan kritis
2.      Langkah perhitungan untuk CPM
a.       Menentukan lintasan kritis percepatan
b.      Menentukan biaya percepatan

2.3       Perbedaan CPM dan PERT
            CPM dan PERT sama-sama digunakan dalam perancangan dan pengendalian proyek. Kedua-duanya mendeskripsikan aktifitas-aktifitas proyek dalam jaringan kerja. Dan dari jaringan kerja tersebut, mampu dilakukan berbagai analisis untuk pengambilan keputusan tentang waktu, biaya, serta penggunaan sumber daya.
Terdapat beberapa perbedaan antara CPM dengan PERT. Perbedaan pertama, CPM menggunakan satu jenis waktu untuk taksiran waktu kegiatan sedangkan PERT menggunakan tiga jenis waktu, yaitu prakiraan waktu teroptimis, termungkin dan terpesimis. Perbedaan kedua, CPM digunakan kala taksiran waktu pengerjaan setiap aktifitas diketahui dengan jelas dimana deviasi relative mini atau dapat diabaikan sedangkan PERT digunakan saat taksiran waktu aktifitas tidak dapat dipastikan seperti aktifitas tersebut belum pernah dilakukan bervariasi waktu yang besar. Perbedaan ketiga, CPM menganggap proyek terdiri dari perisiwa susul menyusul. PERT dengan berbasiskan statistic memberikan peluang hadirnya ketidakpastian.
(Http://ainul.staff.gunadarma.ac.id)  

2.4       Persyaratan Urutan Pekerjaan
            Pertimbangan suatu pekerjaan dilakukan pengurutan adalah kerena berbagai kegiatan tidak dapat dimulai sebelum kegiatan-kegiatan lain diselesaikan, dan mungkin ada kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan secara bersamaan dan atau tidak saling tergantung. Konsep waktu dalam jaringan kerja dapat didefinisikan sebagai berikut.
1.      ES (Earliest Start Time) adalah waktu paling awal (tercepat) suatu kegiatan dapat dimulai dengan memperhatikan waktu kegiatan yang diharapkan dan persyaratan urutan pengerjaan.
2.      LS (Latest Start Time) adalah waktu yang paling lambat untuk dapat memenuhi suatu kegiatan tanpa penundaan keseluruhan proyek.
3.      EF (Earliest Finish Time) adalah waktu paling awal suatu kegiatan dapat diselesaikan, atau sama dengan ES + waktu kegiatan yang diharapkan.
4.      LF (Latest Finish Time) adalah waktu paling lambat untuk dapat menyelesaikan suatu kegiatan tanpa penundaan dan penyelesaian proyek secara keseluruhan, atau sama dengan LS + waktu kegiatan yang diharapkan.

2.5    Pengertian Jalur Kritis dan Dummy
Jalur kritis adalah jalur dalam jaringan kerja yang memiliki rangkaian komponekomponen kegiatan, dengan total waktu terlama dan menunjukan waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Jalur kritis mempunyai arti penting dalam suatu proyek, karena kegiatan-kegiatan yang melewati jalur kritis diusahakan tidak mengalami kelambatan penyelesaian. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam jalur kritis mengalami keterlambatan proyek secara keseluruhan (Purnomo, 2004).
Adapun cirri-ciri jalur kritis dalah sebagai berikut (Http://ocw.gunadarma.ac.id):
1.      Jalur yang memakan waktu terpanjang dalam suatu proses.
2.      Jalur dengan tegangan waktu antara selesainnya suatu tahap kegiatan dengan mulainya suatu tahap kegiatan berikutnya.
3.      Tidak adanya tegangan waktu tersebut yang merupakan sifat kritis dari jalur kritis.
Dummy adalah aktivitas yang tidak mempunyai waktu pelaksanaan dan hanya diperlukan untuk menunjukan kaitan dengan aktivitas pendahulu. Dummy diperlukan untuk menggambarkan adanya hubungan diantara dua kegiatan. Mengingat dummy merupakan kegiatan semu maka lama kegiatan dummy adalah nol. Dummy terdiri dari dua macam yaitu (Http://ainul.staff.gunadarma.ac.id):
1.      Gramatica dummy
Grammatical dummy diperlukan untuk menghindari kekacauan penyebutan suatu kegiatan apabila terdapat dua atau lebih kegiatan yang berasal dari peristiwa yang sama (misalnya i) dan berakhir pada suatu peristiwa yang sma pula (misalnya j). grammatical dummy akan memudahkan computer untuk membedakan kegiatan satu dengan yang lain.
2.      Logical dummy
Logical dummy digunakan untuk memperjelaskan hubungan antara kegiatan.

Tugas sofskill 4

1.     1.  Jelaskan pengertian wawasan nusantara
Jawab:
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, bermartabat serta menjiawai tata hidup dalam mencapai tujuan perjuangan nasional.
2.     2.  Jelaskan pengertian geopolitik
Jawab:
Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalah-masalah geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada politik internasional. Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut.
3.    3.  Sebutkan teori/paham kekuasaan
Jawab:
a. Machiavelli (abad XVII)
Sebuah negara itu akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil:
1.   Dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan segala cara  dihalalkan
2.  Untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (devide et empera)  adalah sah.
3.  Dalam dunia politik,yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
b. Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
Perang dimasa depan merupakan perang total, yaitu perang yang mengerahkan segala daya upaya dan kekuatan nasional. Napoleon berpendapat kekuatan politik harus didampingi dengan kekuatan logistik dan ekonomi, yang didukung oleh sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa  untuk membentuk kekuatan pertahanan keamanan dalam menduduki dan menjajah negara lain.
c. Jendral Clausewitz (abad XVIII)
Jendral Clausewitz sempat diusir pasukan Napoleon hingga sampai Rusia dan akhirnya dia bergabung dengan tentara kekaisaran Rusia. Dia menulis sebuah buku tentang perang yang berjudul “Vom Kriegen” (tentang perang). Menurut dia  perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Buat dia perang sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
d. Fuerback dan Hegel
Ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar surplus ekonominya, terutama diukur dengan seberapa banyak emas yang dimiliki oleh negara itu.
e. Lenin (abad XIX)
Perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Perang bahkan pertumpahan darah/revolusi di negara lain di seluruh dunia adalah sah, yaitu dalam rangka mengkomuniskan bangsa di dunia.
f. Lucian W. Pye dan Sidney
Kemantapan suatu sistem politik hanya dapat dicapai apabila berakar pada kebudayaan politik bangsa ybs. Kebudayaan politik akan menjadi pandangan baku dalam melihat kesejarahan sebagai satu kesatuan budaya.
Dalam memproyeksikan eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi-kondisi obyektif tetapi juga harus menghayati kondisi subyektif psikologis sehingga dapat menempatkan kesadaran dalam kepribadian bangsa.

Senin, 07 Maret 2011

PRINGKAT KINERJA OPERATOR

Definisi Pengukuran Kerja
Penelitian kerja dan analisa metode kerja pada dasarnya akan memusatkan perhatiannya pada bagaimana suatu macam pekerjaan akan diselesaikan. Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singakat. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Secara singkat pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara jalur manusia yang dikonstribusikan dengan unit output yang dihasilkan (Sritomo, 1992).
Diperlukan suatu aktifitas pengukuran yang disebut dengan pengukuran kerja. pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stopwatch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling banyak dikenal, dan karenanya banyak dipakai. Salah satu yang menyebabkan adalah kesederhanaan aturan-aturan pengadaan yang dipakai (Sutalaksana, 1979).

Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran
            Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan, maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. Di bawah ini adalah sebagian langkah yang perlu diikuti agar yang dimaksud di atas dapat tercapai (Sutalaksana, 1979).
Banyak faktor yang harus diperhatikan agar dapat diperoleh data waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, memilih operator, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. Sebelum melakukan pengukuran perlu dilakukan upaya melalui tahapan sebagai berikut (Sutalaksana, 1979):
1.      Penetapan Tujuan Pengukuran
Dalam melakukan pengukuran waktu kerja, tujuan pengukuran harus ditetapkan terlebih dahulu dan untuk apa hasil pengukuran digunakan. Dalam penentuan tujuan tersebut, dibutuhkan adanya tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang digunakan dalam pengukuran jam henti.
2.      Melakukan Penelitian Pendahuluan
Dalam penelitian pendahuluan yang harus dilakukan adalah mengamati dan mengidentifikasi kondisi kerja dan metode kerja. Dalam penelitian ini perlu dianalisis hasil pengukuran waktu kerja, apakah masih ada kondisi yang tidak optimal, jika perlu dilakukan perbaikan kondisi kerja dan cara kerja yang baik.
3.      Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan harus dipilih yang memenuhi beberapa persyaratan agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat tersebut yang dibutuhkan berkemampuan normal dan dapat bekerja sama menjalankan prosedur kerja yang baik.
4.      Melatih Operator
Operator harus dilatih terlebih dahulu agar terbiasa dengan kondisi dan cara yang telah ditetapkan dan telah dibakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara wajar.
5.      Menguraikan Pekerjaan Atas Beberapa Elemen Pekerjaan
Pekerjaan dibagi menjadi beberapa elemen pekerjaan yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Pengukuran waktu dilakukan atas elemen pekerjaan. Ada beberapa pedoman yang harus diperhatikan dalam melakukan pemisahan menjadi beberapa elemen pekerjaan yaitu:
a.       Uraikan pekerjaan tersebut, tetapi harus dapat diamati oleh alat ukur dan dapat dicatat dengan menggunakan jam henti.
b.      Jangan sampai ada elemen yang tertinggal karena jumlah waktu elemen kerja tersebut merupakan siklus penyelesaian suatu pekerjaan.
c.       Antara elemen satu dengan elemen yang lain pemisahannya harus jelas. Hal ini dilakukan agar tidak timbul keraguan dalam menentukan kapan berakhirnya atau mulainya suatu pekerjaan.
6.      Menyiapkan Alat Pengukuran


Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran waktu baku tersebut yaitu:
a.       Jam henti (stop watch)
b.      Lembar pengamatan
c.       Pena atau pensil
d.      Papan pengamatan

Melakukan Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja baik setiap elemen atau siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan di atas. Bila operator telah siap didepan mesin atau ditempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur, maka pengukuran posisi tempat dia berdiri mengamati atau mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sehingga operator tidak terganggu gerakan-gerakannya ataupun merasa canggung karena terlampau merasa diamati, misalnya juga pengukuran berdiri di depan operator. Posisi ini pun hendaknya memudahkan pengukuran mengamati jalannya pekerjaan sehingga dapat baik saat siklus/eleman bermula dan berakhir. Umumnya posisi agak menyimpang di belakang operator sejauh 1,5 meter merupakan tempat yang baik. Berikut ini adalah hal-hal yang dikerjakan selama pengukuran selama pengukuran berlangsung (Sutalaksana, 1979).
            Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Seperti yang telah dikemukakan, tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran (Sutalaksana, 1979).

Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan
Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah tidak akan melakukan pengukur yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukan peyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya (Sutalaksana, 2006). Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya dicari), sedangkan tingkat keyakinan menunjukan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Ini pun dinyatakan dalam persen (Sutalaksana, 2006). Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakianan 95% memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauhnya 10% dari rata-rata sebenarnya, dan kemudian berhasil mendapatkan hal ini adalah 95%. Dengan lain perkataan jika pengukur sampai memperoleh rata-rata pengukuran yang menyimpang lebih dari 10% seharusnya, hal ini di bolehkan terjadinya hanya dengan kemungkinan 5% (=100%-95%) (Sutalaksana, 1979).

Melakukan Perhitungan Waktu Baku
Jika pengukuran-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang  didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul itu adalah sebagai berikut:
a.       Hitung waktu siklus rata-rata.
Waktu siklus merupakan jumlah tiap-tiap elemen job.
b.      Hitung Waktu Normal
Waktu normal merupakan waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam kondisi wajar dan berkemampuan kerja rata-rata.
            Wn = Ws x p

Dimana :
Ws = Waktu siklus
P    = Faktor penyesuaian
Faktor penyesuaian (P) ini diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar jika pekerja bekerja dengan wajar maka faktor penyesuaiannya P = 1, artinya waktu siklus rata-rata sudah normal. Jika bekerja terlalu lambat maka untuk menormalkan pengukur harus memberi harga P1 dan sebaliknya P1, jika dianggap bekerja terlalu cepat.
c.       Hitung Waktu Baku         
Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik saat itu.
Wb = Wn x l
Dimana :
Wn  =  Waktu normal
l  =  Kelonggaran (allowance) yang dihasilkan pekerja untuksmenyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.
Kelonggaran ini diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal.

Penyesuaian
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur berlangsung harus mangamati kewajaran kerja yang ditunjukan operator. Ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai seberapa jauh hal ini terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus/elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan wajar oleh operator, maka agar harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkan dengan melakukan penyesuaian.
Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau yang normal. Bila pengukur berpedapat bahwa operator bekerja diatas normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar dari satu (p>1), sebaliknya jika operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p akan lebih kecil dari satu (p<1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan satu (p=1) (Sutalaksana, 1979).
Beberapa cara menentukan faKtor penyesuaian yaitu antara lain, (Sutalaksana, 1979):
1.    Cara Persentase
Cara ini merupakan cara yang paling awam untuk digunakan dalam melakukan penyesuaian. Besarnya factor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukuran melalui pengamatan selama melakukan pengukuran. Setelah mengukur pengamat menentukan factor penyesuaian (harga p) yang menurutnya akan menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus. Bila p = 110%, waktu siklus (Ws) suatu pekerjaan telah dihitung sama dengan 14,6 menit, maka waktu normal pekerjaan tersebut sama dengan: Wn = Ws x P = 14,6 menit x 110% = 16,6 menit. Penentuan factor penyesuaian tersebut dilakukan dengan sangat sederhana. Di lain pihak kekurangan ketelitian hasil sebagai akibat dari kasarnya cara penilaian.
2.    Cara Shumard
Cara ini memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja diri sendiri. Seorang yang dipandang bekerja diberi nilai 60, nilai ini digunakan sebagai patokan untuk memberikan penyesuaian bgi performance kerja lainnya. Misalnya ada seorang tenaga kerja yang bekerja dengan performance excellent, maka nilai tenaga kerja tersebut adalah 80, sehingga factor penyesuaian adalah 80:60= 1,33. Jika waktu siklus pekerjaan terhitung 14,6 menit, maka waktu normalnya:
Wn = 14,6 menit x 1,33 = 19,42 menit
3.    Cara Westinghouse
Cara ini berbeda dengan cara Shumard, cara tersebut mengarahkan penilaian pada empat factor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu ketrampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Untuk keperluan penyesuaian ketrampilan dibagi menjadi enam kelas yaitu:
a.       Super Skill
b.       Excellent Skill
c.       Good Skill
d.      Average Skill
e.       Fair Skill
f.       Poor Skill
Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperature dan kebisingan ruangan. Bila tiga factor lainnya yaitu ketrampilan, usaha dan konsisten merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu di luar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu factor kondisi sering disebut sebagai factor manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya.
4.    Cara Objektif
Cara ini memperlihatkan dua factor, yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulitan kerja. Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Jika operator bekerja terlalu cepat, penyesuaian untuk kecepatan besarnya > 1, jika operator bekerja lambat penyesuaian kecepatan kerja < 1, dan jika operator bekerja normal penyesuaiannya = 1. Besarnya penyesuaian untuk tingkat kesulitan kerja ditentukan dengan memperhatikan kesulitan-kesulitan dalam bekerja.

5.    Cara Bedaux
Cara ini merupakan pengembangan untuk lebih mengobyektifkan penyesuaian. Pada dasarnya cara ini tidak berbeda dengan cara Shumard, hanya saja nilai-nilai pada Bedaux dinyatakan dalam “B” seperti misalnya 60B, 70B dan sebagainya.
6.    Cara Sintesa
Cara ini lebih berbeda dengan cara yang lainnya, dalam waktu penyesuaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan beebrapa harga yang diperoleh dari table-table data waktu gerakan, untuk kemudian dihitung harga rata-rata. Harga rata-rata inilah yang dinilai sebagai factor penyesuaian untuk elemen-elemen pekerjaan pertama, kedua dan ketiga bagi suatu siklus pekerjaan adalah 17,10 detik dan 32 detik. Dari beberapa table data waktu gerakan didapat untuk beberapa elemen yang sama masing-masing pada beberapa elemen tersebut, perbandingannya adalah 12:10 dan 29:10, rata-ratanya yaitu 1,05. Harga rata-rata ini menjadi nilai factor penyesuaian untuk ketiga elemen pekerjaan tersebut oleh siklus yang bersangkutan. Perhitungan waktu normal sama dengan cara-cara lainnya.

Kelonggaran
            Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya. Pada bab lalu telah ditunjukan bagaimana langkah-langkah sebelum dari pada saat-saat pengukuran seharusnya dilakukan. Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu hal lain yang kerapkali terlupakan adalah menambah kelonggaran atas normal yang telah didapatkan.
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karena sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan (Sutalaksana, 2006).