Definisi Pengukuran Kerja
Penelitian kerja dan analisa metode kerja pada dasarnya akan memusatkan perhatiannya pada bagaimana suatu macam pekerjaan akan diselesaikan. Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singakat. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Secara singkat pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara jalur manusia yang dikonstribusikan dengan unit output yang dihasilkan (Sritomo, 1992).
Diperlukan suatu aktifitas pengukuran yang disebut dengan pengukuran kerja. pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stopwatch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling banyak dikenal, dan karenanya banyak dipakai. Salah satu yang menyebabkan adalah kesederhanaan aturan-aturan pengadaan yang dipakai (Sutalaksana, 1979).
Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran
Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan, maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. Di bawah ini adalah sebagian langkah yang perlu diikuti agar yang dimaksud di atas dapat tercapai (Sutalaksana, 1979).
Banyak faktor yang harus diperhatikan agar dapat diperoleh data waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, memilih operator, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. Sebelum melakukan pengukuran perlu dilakukan upaya melalui tahapan sebagai berikut (Sutalaksana, 1979):
1. Penetapan Tujuan Pengukuran
Dalam melakukan pengukuran waktu kerja, tujuan pengukuran harus ditetapkan terlebih dahulu dan untuk apa hasil pengukuran digunakan. Dalam penentuan tujuan tersebut, dibutuhkan adanya tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang digunakan dalam pengukuran jam henti.
2. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Dalam penelitian pendahuluan yang harus dilakukan adalah mengamati dan mengidentifikasi kondisi kerja dan metode kerja. Dalam penelitian ini perlu dianalisis hasil pengukuran waktu kerja, apakah masih ada kondisi yang tidak optimal, jika perlu dilakukan perbaikan kondisi kerja dan cara kerja yang baik.
3. Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan harus dipilih yang memenuhi beberapa persyaratan agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat tersebut yang dibutuhkan berkemampuan normal dan dapat bekerja sama menjalankan prosedur kerja yang baik.
4. Melatih Operator
Operator harus dilatih terlebih dahulu agar terbiasa dengan kondisi dan cara yang telah ditetapkan dan telah dibakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara wajar.
5. Menguraikan Pekerjaan Atas Beberapa Elemen Pekerjaan
Pekerjaan dibagi menjadi beberapa elemen pekerjaan yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Pengukuran waktu dilakukan atas elemen pekerjaan. Ada beberapa pedoman yang harus diperhatikan dalam melakukan pemisahan menjadi beberapa elemen pekerjaan yaitu:
a. Uraikan pekerjaan tersebut, tetapi harus dapat diamati oleh alat ukur dan dapat dicatat dengan menggunakan jam henti.
b. Jangan sampai ada elemen yang tertinggal karena jumlah waktu elemen kerja tersebut merupakan siklus penyelesaian suatu pekerjaan.
c. Antara elemen satu dengan elemen yang lain pemisahannya harus jelas. Hal ini dilakukan agar tidak timbul keraguan dalam menentukan kapan berakhirnya atau mulainya suatu pekerjaan.
6. Menyiapkan Alat Pengukuran
Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran waktu baku tersebut yaitu:
a. Jam henti (stop watch)
b. Lembar pengamatan
c. Pena atau pensil
d. Papan pengamatan
Melakukan Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja baik setiap elemen atau siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan di atas. Bila operator telah siap didepan mesin atau ditempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur, maka pengukuran posisi tempat dia berdiri mengamati atau mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sehingga operator tidak terganggu gerakan-gerakannya ataupun merasa canggung karena terlampau merasa diamati, misalnya juga pengukuran berdiri di depan operator. Posisi ini pun hendaknya memudahkan pengukuran mengamati jalannya pekerjaan sehingga dapat baik saat siklus/eleman bermula dan berakhir. Umumnya posisi agak menyimpang di belakang operator sejauh 1,5 meter merupakan tempat yang baik. Berikut ini adalah hal-hal yang dikerjakan selama pengukuran selama pengukuran berlangsung (Sutalaksana, 1979).
Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Seperti yang telah dikemukakan, tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran (Sutalaksana, 1979).
Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan
Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah tidak akan melakukan pengukur yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukan peyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya (Sutalaksana, 2006). Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya dicari), sedangkan tingkat keyakinan menunjukan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Ini pun dinyatakan dalam persen (Sutalaksana, 2006). Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakianan 95% memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauhnya 10% dari rata-rata sebenarnya, dan kemudian berhasil mendapatkan hal ini adalah 95%. Dengan lain perkataan jika pengukur sampai memperoleh rata-rata pengukuran yang menyimpang lebih dari 10% seharusnya, hal ini di bolehkan terjadinya hanya dengan kemungkinan 5% (=100%-95%) (Sutalaksana, 1979).
Melakukan Perhitungan Waktu Baku
Jika pengukuran-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul itu adalah sebagai berikut:
a. Hitung waktu siklus rata-rata.
Waktu siklus merupakan jumlah tiap-tiap elemen job.
b. Hitung Waktu Normal
Waktu normal merupakan waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam kondisi wajar dan berkemampuan kerja rata-rata.
Wn = Ws x p
Dimana :
Ws = Waktu siklus
P = Faktor penyesuaian
Faktor penyesuaian (P) ini diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar jika pekerja bekerja dengan wajar maka faktor penyesuaiannya P = 1, artinya waktu siklus rata-rata sudah normal. Jika bekerja terlalu lambat maka untuk menormalkan pengukur harus memberi harga P1 dan sebaliknya P1, jika dianggap bekerja terlalu cepat.
c. Hitung Waktu Baku
Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik saat itu.
Wb = Wn x l
Dimana :
Wn = Waktu normal
l = Kelonggaran (allowance) yang dihasilkan pekerja untuksmenyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.
Kelonggaran ini diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal.
Penyesuaian
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur berlangsung harus mangamati kewajaran kerja yang ditunjukan operator. Ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai seberapa jauh hal ini terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus/elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan wajar oleh operator, maka agar harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkan dengan melakukan penyesuaian.
Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau yang normal. Bila pengukur berpedapat bahwa operator bekerja diatas normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar dari satu (p>1), sebaliknya jika operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p akan lebih kecil dari satu (p<1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan satu (p=1) (Sutalaksana, 1979).
Beberapa cara menentukan faKtor penyesuaian yaitu antara lain, (Sutalaksana, 1979):
1. Cara Persentase
Cara ini merupakan cara yang paling awam untuk digunakan dalam melakukan penyesuaian. Besarnya factor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukuran melalui pengamatan selama melakukan pengukuran. Setelah mengukur pengamat menentukan factor penyesuaian (harga p) yang menurutnya akan menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus. Bila p = 110%, waktu siklus (Ws) suatu pekerjaan telah dihitung sama dengan 14,6 menit, maka waktu normal pekerjaan tersebut sama dengan: Wn = Ws x P = 14,6 menit x 110% = 16,6 menit. Penentuan factor penyesuaian tersebut dilakukan dengan sangat sederhana. Di lain pihak kekurangan ketelitian hasil sebagai akibat dari kasarnya cara penilaian.
2. Cara Shumard
Cara ini memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja diri sendiri. Seorang yang dipandang bekerja diberi nilai 60, nilai ini digunakan sebagai patokan untuk memberikan penyesuaian bgi performance kerja lainnya. Misalnya ada seorang tenaga kerja yang bekerja dengan performance excellent, maka nilai tenaga kerja tersebut adalah 80, sehingga factor penyesuaian adalah 80:60= 1,33. Jika waktu siklus pekerjaan terhitung 14,6 menit, maka waktu normalnya:
Wn = 14,6 menit x 1,33 = 19,42 menit
3. Cara Westinghouse
Cara ini berbeda dengan cara Shumard, cara tersebut mengarahkan penilaian pada empat factor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu ketrampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Untuk keperluan penyesuaian ketrampilan dibagi menjadi enam kelas yaitu:
a. Super Skill
b. Excellent Skill
c. Good Skill
d. Average Skill
e. Fair Skill
f. Poor Skill
Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperature dan kebisingan ruangan. Bila tiga factor lainnya yaitu ketrampilan, usaha dan konsisten merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu di luar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu factor kondisi sering disebut sebagai factor manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya.
4. Cara Objektif
Cara ini memperlihatkan dua factor, yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulitan kerja. Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Jika operator bekerja terlalu cepat, penyesuaian untuk kecepatan besarnya > 1, jika operator bekerja lambat penyesuaian kecepatan kerja < 1, dan jika operator bekerja normal penyesuaiannya = 1. Besarnya penyesuaian untuk tingkat kesulitan kerja ditentukan dengan memperhatikan kesulitan-kesulitan dalam bekerja.
5. Cara Bedaux
Cara ini merupakan pengembangan untuk lebih mengobyektifkan penyesuaian. Pada dasarnya cara ini tidak berbeda dengan cara Shumard, hanya saja nilai-nilai pada Bedaux dinyatakan dalam “B” seperti misalnya 60B, 70B dan sebagainya.
6. Cara Sintesa
Cara ini lebih berbeda dengan cara yang lainnya, dalam waktu penyesuaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan beebrapa harga yang diperoleh dari table-table data waktu gerakan, untuk kemudian dihitung harga rata-rata. Harga rata-rata inilah yang dinilai sebagai factor penyesuaian untuk elemen-elemen pekerjaan pertama, kedua dan ketiga bagi suatu siklus pekerjaan adalah 17,10 detik dan 32 detik. Dari beberapa table data waktu gerakan didapat untuk beberapa elemen yang sama masing-masing pada beberapa elemen tersebut, perbandingannya adalah 12:10 dan 29:10, rata-ratanya yaitu 1,05. Harga rata-rata ini menjadi nilai factor penyesuaian untuk ketiga elemen pekerjaan tersebut oleh siklus yang bersangkutan. Perhitungan waktu normal sama dengan cara-cara lainnya.
Kelonggaran
Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya. Pada bab lalu telah ditunjukan bagaimana langkah-langkah sebelum dari pada saat-saat pengukuran seharusnya dilakukan. Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu hal lain yang kerapkali terlupakan adalah menambah kelonggaran atas normal yang telah didapatkan.
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karena sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan (Sutalaksana, 2006).